Cattleya aurantiaca

<i>Cattleya aurantiaca</i>

Vanda tricolor

<i>Vanda tricolor</i>

Coelogyne pandurata

<i>Coelogyne pandurata</i>

Phalaenopsis amabilis

<i>Phalaenopsis amabilis</i>

Media Tanam Kultur Jaringan

29.6.12



Media tanam adalah faktor penentu dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan bergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, bergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

Jenis dan komposisi media sangat mempengaruhi besarnya daya tahan eksplan untuk hidup pada media tersebut, sedangkan zat pengatur tumbuh Auksin dan Sitokinin endogen yang terdapat pada eksplan berpengaruh terhadap besarnya penyerapan zat makanan yang tersedia dalam media kultur sehingga eksplan dapat bertahan hidup lebih lama.

Bila pertumbuhan eksplan baik maka dapat meningkatkan daya tahan hidup eksplan. Media dalam kultur jaringan tanaman umumnya terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: hara makro, hara mikro, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen lainnya, gula, bahan organik komplek, bahan pemadat (agar), dan zat pengatur tumbuh (hormon).

Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak pekerjaan kultur jaringan antara lain adalah media White, Murashige & Skoog (MS), Gamborg et al. (B5), Gautheret, Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch & Nitch, Lloyd & McCown (WPM) dll. Media MS, SH dan B5 merupakan media yang kaya garam-garam makro. Berikut penjelasan dari masing-masing komposisi media tersebut :

1. Hara Makro

Unsur hara makro terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis tanaman.

Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen anorganik untuk pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber N dari nitrat saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik adalah apabila mengandung nitrat dan amonium. Nitrat yang disediakan umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies tanaman konsentrasi amonium > 8 mM akan menghambat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh dalam media kultur yang hanya mengandung amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih terdapat asam-asam yang terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau malat) juga terdapat dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan amonium sebagai sumber nitrogen digunakan bersama dalam media maka ion-ion amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan dengan ion-ion nitrat. Kalium dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman.

Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca berkisar antara 1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.

2. Hara Mikro

Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan tanaman mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus dalam bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis diantara semua hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah media dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men ”chelate” besi dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA).

Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan yang jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl) juga digunakan pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya ditambahkan pada media sekitar 0.1 µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn 5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-100 µM.

3. Karbon dan Sumber Energi

Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah sukrosa. Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa, dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa dibanding dengan fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah dicobakan adalah laktosa, galaktosa, rafinosa, maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat tersebut umumnya mempunyai hasil yang kurang baik dibandingkan sukrosa atau fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur berkisar antara 2 dan 3%. Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat sedikit sel dari jenis tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan kebutuhan karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses fotosintesa. Sukrosa dalam media kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa adalah yang pertama digunakan oleh sel, diikuti oleh fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian sukrosa akan mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama komponen media lain maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies tanaman akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan dengan media yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan fruktosa.

4. Vitamin

Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin seperti biotin, asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol), riboflavin, dan asam p-aminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan faktor pembatas pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan dalam kultur sel dan jaringan tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin tersebut ke dalam media dilakukan apabila konsentrasi thiamin dianggap dibawah taraf yang diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang tumbuh masih rendah.

5. Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya

Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur adalah asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%. Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino saja justru dapat menghambat pertumbuhan sel. Contoh penambahan asam amino dalam media untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/L, glutamin hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10 mg/L, dan tirosin 100 mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada media kultur yang fungsinya dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.

6. Bahan Organik Komplek

Arang aktif (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga dapat merugikan. Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel dan tomat dapat menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur tanaman tembakau, kedelai dan teh justru akan menghambat pertumbuhan. Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut: penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau menggelapkan warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif.

IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam kultur. Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya sebanyak 0.5-3%.

7. Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan

Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang terbentuk.

Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat diperlukan terutama untuk tujuan percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci dengan air destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam.
Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%, akan tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25oC. Methosel dan alginat juga pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi kedua bahan tersebut sulit penanganannya serta harganya cukup mahal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi 0.35-0.7%), dimana jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur protoplas. Saat ini bahan pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik yaitu Phytagel (produk Sigma Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya digunakan 2-2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminan.

Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain yang dapat digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan kerta filter (filter paper bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick), busa poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah eksplan akan tumbuih lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari spesies tanaman yang dikulturkan.

8. Zat Pengatur Tumbuh

Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies bahkan kultivar.
Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat dalam transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.

Menurut George dan Sherington (1984) ada media dasar yang pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain:

1. Medium dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua macam tanaman terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.

2. Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan legume lain.

3. Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.

4. Medium Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.

5. Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.

6. Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.

7. Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.

8. Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lin-lain.

Berikut ini adalah perbandingan komposisi beberapa media kultur jaringan, yaitu diantaranya:

1. Media Murashige & Skoog (media MS)

Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur, merupakan perbaikan komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media : 1. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.

Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya. 3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.

2. Media Gamborg B5 (media B5)

Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).

3. Media Schenk & Hildebrant (media SH)

Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.

4. Media WPM (Woody Plant Medium)

Dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.

5. Media Nitsch & Nitsch

Menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka mengambil kesimpulan, bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956 dalam Gunawan 1988).

6. Media Knop

Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts, 1983)

7. Media White

Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S, pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.

Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.

8. Media Knudson dan media Vacin and Went

Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. S Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.

9. Media B5(Gamborg)

Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya media Murashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5 dikembangkan oleh Gamborg et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain.

Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi sampai 20 mM berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti pada kultur kalus tembakau Konsentrasi fosfat yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM , Ca+ antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM lebih mengutamakan kandungan ammonium dibandingkan media MS.

Meskipun media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi kalus atau diutamakan sebagai kultur suspensi, tetapi dapat digunakan pula sebagai media dasar bagi perbanyakan tanaman pada umumnya. Gamborg (1991) menyatakan bahwa kadar hara anorganik yang dikandung media dasar Gamborg (B5) umumnya lebih rendah dari pada media dasar MS. Hal tersebut sering kali lebih baik bagi sel spesies tertentu. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.

Sumber Literatur :

http://mediakulturjaringan.blogspot.com/2010/08/kultur-jaringan.html

http://www.fp.unud.ac.id/biotek/kultur-jaringan-tanaman/

Indah Pratiwi,dkk. 2009. Penggunaan Jenis Media Dasar Dan Kinetin Untuk Induksi Organogenesis Anthurium Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii) Secara In Vitro. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Leo, Anjar Kusuma. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Jarak Pagar.

Pierik, R.L.M. 1987. In vitro culture of higher plants. Martinus Nijhoof of Publishers. Neteherland.

Tags :

Manfaat Kultur Jaringan Untuk Perbanyakan Anggrek



Dibandingkan dengan bermacam cara perbanyakan tanaman anggrek, teknik kultur jaringan memiliki banyak keunggulan, diantaranya adalah :

1. Perbanyakan secara cepat dari klon

Kecepatan multiplikasi sebanyak 5 akan memberikan 2 juta plantlet dalam 9 generasi yang memerlukan waktu 9 – 12 bulan. Jika perbanyakan menggunakan teknik vegetatif konvensional, atau biji maka dalam kurun waktu yang sama hasil perbanyakan yang di dapat jauh dibawah teknik kultur jaringan,

2. Keseragaman genetik

Karena kultur jaringan merupakan perbanyakan vegetatif, rekombinasi karakter genetik acak yang umum terjadi pada perbanyakan seksual melalui biji, dapat dihindari. Karenanya, anakan yang dihasilkan bersifat identik. Akan tetapi, mutasi dapat terjadi pada kultur jaringan pada saat sel bermultiplikasi, terutama pada kondisi hormon dan hara yang tinggi. Mutasi genetik pada masa multiplikasi vegetatif ini disebut ‘variasi somaklonal’. Dengan keseragaman genetik maka akan didapat anakan tanaman anggrek yang seragam dalam ukuran dan sifat tanaman.

3. Tanaman bebas pathogen

Proses kultur jaringan memerlukan kondisi aseptik, sehingga pemeliharaan kultur tanaman dalam kondisi aseptik memberi bahan tanaman yang bebas pathogen

4. Seleksi tanaman

Adalah memungkinkan untuk memiliki tanaman anggrek dalam jumlah besar pada wadah kultur yang relative kecil. Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi genetik mungkin terjadi. Juga, adalah memungkinkan untuk memberi perlakuan kultur untuk meningkatkan kecepatan mutasi. Perlakuan dengan bahan kimia (bahan mutasi, hormon) atau fisik (radiasi) dapat digunakan.

5. Stok mikro

Memelihara stok tanaman dalam jumlah besar mudah dilakukan pada in vitro culture. Stok induk biasanya dipelihara in vitro, dan stek mikro diambil untuk diakarkan di kultur pengakaran atau dengan perbanyakan biasa.

6. Lingkungan terkontrol

7. Konservasi genetik

Kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan spesies tanaman yang terancam (rare and endangered species). Metode dengan pemeliharaan minimal, penyimpanan jangka panjang telah dikembangkan.

8. Penyelamatan hibrida

Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan hibrida dari spesies yang tidak kompatibel melalui kultur embrio atau kultur ovule.

9. Menghasilkan tanaman haploid

Melalui kultur anther dapat diperoleh tanaman haploid.

10. Produksi tanaman sepanjang tahun.

11. Solusi untuk tanaman yang sulit dikembangkan

Perbanyakan vegetatif untuk spesies yang sulit diperbanyak secara normal dapat dilakukan melalui kultur jaringan.

Oncidium

21.6.12

oncidium

Oncidium, disingkat Onc. adalah genus anggrek yang memiliki sekitar 330 spesies dari Oncidiinaesubtribe dari keluarga anggrek (Orchidaceae). Ini adalah genus yang sangat kompleks, dengan banyak spesies yang direklasifikasi.

Olof Swartz pada tahun 1800 yang pertama kali menjelaskan tentang jenis anggrek ini. Namanya berasal dari kata Yunani "onkos", yang berarti "bengkak". Sebutan ini mengacu pada kalus pada bibir bawah.

Sebagian besar spesies dalam genus Oncidium bersifat epifit, beberapa ada yang bersifat lithophytes atau terrestrials. Oncidium tersebar luas dari utara Meksiko, Karibia, dan beberapa bagian Florida Selatan ke Amerika Selatan. Anggrek ini biasa berbunga di daerah musim kering.
Mereka dapat dibagi dalam tiga kategori, sesuai dengan pola pertumbuhan mereka:
Beberapa memiliki pseudobulbs hijau dan racemes panjang dengan bunga kecil dan bibir yang dominan. Mereka sebagian besar kuning keemasan dengan atau tanpa coklat kemerahan pembatasan, tapi ada pula yang coklat atau kekuningan-coklat. Spesies Oncidium lain memiliki bunga putih dan merah muda, sementara beberapa bahkan memiliki warna merah tua.

Kelompok lainnya memiliki pseudobulbs sangat kecil dan kaku, tegak, daun soliter. Bentuk daun silindris ini berfungsi sebagai cadangan air. Ukuran anggrek ini dapat bervariasi dari tanaman miniatur dari beberapa sentimeter hingga raksasa dengan panjang daun 30 cm.




Klasifikasi Ilmiah

  • Kerajaan : Plantae
  • Devisi: Magnoliophyta
  • Kelas: Liliopsida
  • Ordo : Asparagales
  • Family : Orchidaceae
  • Genus : Oncidium
  • Spesies :

 Oncidium aberrans (Brazil - Paraná).
 Oncidium abortivum (Venezuela to Ecuador).
 Oncidium abruptum (Colombia to Ecuador).
 Oncidium acinaceum (Ecuador to Peru).
 Oncidium acrochordonia (Colombia).
 Oncidium adelaidae (Colombia).
 Oncidium advena (N. Venezuela).
 Oncidium albini (Brazil - Paraná).
 Oncidium alcicorne (Colombia).
 Oncidium allenii (Panama).
 Oncidium aloisii (Ecuador).
 Oncidium altissimum : "Wydler's Dancing-lady Orchid" (Jamaica).
 Oncidium amabile (Brazil).
 Oncidium amictum (SE. Brazil).
 Oncidium amoenum (Mexico).
 Oncidium ampliatumLindl. (Panama) (now a synonym of the accepted name Chelyorchis ampliata (Lindl.) Dressler & N.H.Williams in G.A.Romero & G.Carnevali, 2000 )
 Oncidium andradeanum (Ecuador to Peru).
 Oncidium andreae (Colombia).
 Oncidium andreanum (SW. Mexico).
 Oncidium angustisegmentum (Peru).
 Oncidium × ann-hadderae (O. haitiense × O. variegatum) (Dominican Republic).
 Oncidium anomalum (Colombia).
 Oncidium ansiferum (C. America to Colombia).
 Oncidium anthocrene (Colombia to Ecuador).
 Oncidium antioquiense (Colombia).
 Oncidium ariasii (Peru).
 Oncidium arizajulianum (Dominican Republic) (now synonym of Tolumnia arizajuliana)
 Oncidium armillare (W. South America to N. Venezuela).
 Oncidium aspecum (Peru).
 Oncidium auricula (SE. Brazil).
 Oncidium auriferum (Colombia to NW. Venezuela).
 Oncidium aurorae (Peru).
 Oncidium ayabacanum (Peru).
 Oncidium baccatum (Venezuela).
 Oncidium bahiense (Cogn.) Schltr (NE Brasil)
 Oncidium barbaceniae (Brazil - Minas Gerais).
 Oncidium barbatum (Brazil to Bolivia).
 Oncidium batemannianum (Brazil to Peru).
 Oncidium baueri (Trop. America).
 Oncidium bennettii (Peru).
 Oncidium bicolor (NE. Venezuela to Brazil).
 Oncidium bidentatum (Ecuador).
 Oncidium bifolium (Brazil to N. Argentina).
 Oncidium blanchetii (E. & S. Brazil.).
 Oncidium boothianum (Venezuela to Ecuador).
 Oncidium brachyandrum (Mexico)
 Oncidium brachystachys (Colombia).
 Oncidium brachystegium (Bolivia).
 Oncidium bracteatum (Costa Rica to Colombia).
 Oncidium braunii (Trop. America) (?).
 Oncidium brevilabrum (Colombia.
 Oncidium brunleesianum (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium brunnipetalum (S. Brazil).
 Oncidium bryocladium (Colombia).

 Oncidium bryolophotum (Costa Rica to Panama).
 Oncidium buchtienii (Bolivia).
 Oncidium bustosii Königer (Ecuador)
 Oncidium calanthum (Ecuador to Peru).
 Oncidium callistum (Colombia).
 Oncidium calochilum (Cayman Is., Cuba, Dominican Republic) (now synonym ofTolumnia calochila)
 Oncidium caminiophorum (N. Venezuela).
 Oncidium cardiostigma (Mexico).
 Oncidium × cassolanum (O. cornigerum × O. riograndense) (S. Brazil).
 Oncidium caucanum (Colombia).
 Oncidium cebolleta (Mexico to Brazil) (synonym of the accepted name : Trichocentrum cebolleta (Jacq.) M.W.Chase & N.H.Williams, 2001
 Oncidium chapadense (Brazil - Goiás).
 Oncidium cheirophorum (Mexico - Chiapas to Colombia).
 Oncidium chrysomorphum (Colombia to N. Venezuela).
 Oncidium chrysops (Mexico - Guerrero, Oaxaca).
 Oncidium chrysopteranthum (Brazil).
 Oncidium chrysopterum (WC. Brazil to Bolivia).
 Oncidium chrysothyrsus (SE. Brazil)
 Oncidium ciliatum (SE. Brazil).
 Oncidium citrinum (Trinidad to Venezuela).
 Oncidium cogniauxianum (SE. Brazil).
 Oncidium × colnagoi. (O. forbesii × O.) (SE. Brazil).
 Oncidium coloratum (Brazil - Espírito Santo) (now synonym of Carria colorata (Königer & J.G.Weinm.bis) V.P.Castro & K.G.Lacerda 2005)
 Oncidium compressicaule (Haiti) (now synonym of Tolumnia compressicaulis)
 Oncidium concolor (Brazil to NE. Argentina).
 Oncidium cornigerum (SE. & S. Brazil to Paraguay).
 Oncidium crassopterum (Peru).
 Oncidium crispum (SE. Brazil).
 Oncidium cristatellum (Brazil to Ecuador).
 Oncidium croesus (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium cruciferum (Peru).
 Oncidium cultratum (Ecuador) .
 Oncidium curtum (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium cycnicolle (Colombia to Ecuador).
 Oncidium dactyliferum (Venezuela to Ecuador).
 Oncidium dactylopterum (Colombia).
 Oncidium dasytyle (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium decorum (Colombia).
 Oncidium deltoideum (N. Peru).
 Oncidium dichromaticum (Costa Rica to Colombia).
 Oncidium disciferum (Bolivia).
 Oncidium discobulbon (Peru).
 Oncidium divaricatum (SE. Brazil).
 Oncidium donianum (Brazil - São Paulo).
 Oncidium drepanopterum (Ecuador).
 Oncidium durangense (Mexico - Durango).
 Oncidium duveenii (Brazil).
 Oncidium echinophorum (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium echinops (Ecuador).
 Oncidium edmundoi (Brazil).
 Oncidium edwallii (Brazil to NE. Argentina).
 Oncidium elephantotis (NW. Venezuela to Ecuador).
 Oncidium emilii (Paraguay).
 Oncidium enderianum (SE. Brazil).
 Oncidium endocharis (Mexico - Chiapas to C. America).
 Oncidium ensatum : Latin American Orchid (S. Mexico to NW. Venezuela).
 Oncidium erucatum (Ecuador).
 Oncidium estradae (Ecuador).
 Oncidium eurycline (SE. Brazil).
 Oncidium exalatum (Panama).
 Oncidium exasperatoides (Peru).
 Oncidium excavatum (C. America to Peru).
 Oncidium fasciculatum (Mexico - Oaxaca, Chiapas to Guatemala).
 Oncidium fasciferum (Peru).
 Oncidium fimbriatum (Brazil to NE. Argentina).
 Oncidium flexuosum (E. & S. Brazil to NC. Argentina).
 Oncidium floridanum : Florida Orchid (S. Florida to Cuba).
 Oncidium × floride-phillipsae (O. prionochilum × O. variegatum) (Leeward Is.).
 Oncidium forbesii (Brazil - Minas Gerais).
 Oncidium formosissimum (Ecuador to Peru).
 Oncidium fragae (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium fuscans (Brazil - Minas Gerais).
 Oncidium fuscatum (Ecuador to Peru).
 Oncidium fuscopetalum (WC. Brazil).
 Oncidium gardneri (Ecuador, SE. Brazil).
 Oncidium × gardstyle (O. dasystyle × O. gardneri) (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium gauntlettii (Jamaica) (now synonym of Tolumnia gauntlettii)
 Oncidium geertianum (C. & SW. Mexico).
 Oncidium gilvum (SE. Brazil).
 Oncidium gracile (SE. Brazil).
 Oncidium graciliforme (C.Panama).
 Oncidium gracillimum (Colombia).
 Oncidium graminifolium (Mexico to C. America).
 Oncidium gravesianum (E. Brazil).
 Oncidium guianense (Hispaniola) (now synonym of Tolumnia guianensis)
 Oncidium guibertianum (Cuba) (now synonym of Tolumnia guibertiana)
 Oncidium guttatum (Mexico to Colombia and Caribbean) (now synonym of Tolumnia guttata)
 Oncidium gyrobulbon (Ecuador).
 Oncidium hagsaterianum (Mexico to Guatemala).
 Oncidium haitiense (Hispaniola) (now synonym of Tolumnia haitensis)
 Oncidium hannelorae (Windward Is.-(Dominica).
 Oncidium hapalotyle (Colombia to Ecuador).
 Oncidium harrisonianum (SE. Brazil).
 Oncidium hastatum (Mexico).
 Oncidium hastilabium (W. South America).
 Oncidium hatschbachii (Brazil - Paraná).
 Oncidium helgae (Ecuador).
 Oncidium herzogii (Bolivia to NW. Argentina).
 Oncidium heteranthum (S. Trop. America).
 Oncidium hians (Peru, SE. Brazil).
 Oncidium hieroglyphicum (Peru).
 Oncidium hintonii (N. & SW. Mexico).
 Oncidium hirtzii (Ecuador – Napo).
 Oncidium hookeri (SE. & S. Brazil.
 Oncidium hydrophilum (Brazil to Paraguay).
 Oncidium hyphaematicum (W. South America).
 Oncidium imitans (Costa Rica).
 Oncidium imperatoris-maximiliani (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium incurvum (Mexico - Veracruz to Chiapas).
 Oncidium inouei (Peru).
 Oncidium insigne (Brazil).
 Oncidium ionopterum (Peru - Cajamarca).
 Oncidium iricolor (Trop. America) (?).
 Oncidium isidrense (Peru).
 Oncidium isopterum (Brazil - Minas Gerais).
 Oncidium isthmii (Costa Rica to Panama).
 Oncidium kautskyi (Brazil).
 Oncidium klotzschianum (Costa Rica to Venezuela and Peru).
 Oncidium kraenzlinianum (Brazil).
 Oncidium kramerianum (Costa Rica to Suriname and Ecuador) (now synonym ofPsychopsis krameriana)
 Oncidium lancifolium (Ecuador).
 Oncidium leinigii (Brazil).
 Oncidium leleui (SW. Mexico).
 Oncidium lentiginosum (Colombia to N. Venezuela).
 Oncidium leopardinum (Peru).
 Oncidium lepidum (Ecuador).
 Oncidium lepturum (Bolivia).
 Oncidium leucochilum (SE. Mexico to Guatemala).
 Oncidium lietzei (SE. Brazil).
 Oncidium ligiae (Colombia).
 Oncidium lindleyi (S. Mexico to Guatemala).
 Oncidium lineoligerum (N. Peru).
 Oncidium litum (SE. Brazil).
 Oncidium loechiloides (Venezuela).
 Oncidium loefgrenii (SE. & S. Brazil).
 Oncidium longicornu (Brazil to NE. Argentina.
 Oncidium longipes (Brazil to NE. Argentina).
 Oncidium lucasianum (Peru - Cajamarca).
 Oncidium lucayanum (Bahamas) (now synonym of Tolumnia lucayana)
 Oncidium luteum (Costa Rica).
 Oncidium lykaiosii (Bolivia).
 Oncidium macronyx (Brazil).
 Oncidium macropetalum (W.C. Brazil)
 Oncidium maculatum (Mexico to C. America).
 Oncidium maculosum (Brazil - Minas Gerais).
 Oncidium magdalenae (NW. Venezuela - Mérida).
 Oncidium maizifolium (Colombia to NW. Venezuela).
 Oncidium majevskyi (Brazil).
 Oncidium mantense Dodson & R.Estrada (Ecuador)
 Oncidium mandonii (Bolivia).
 Oncidium marshallianum (SE. Brazil).
 Oncidium martianum (SE. & S. Brazil).
 Oncidium mathieuanum (Ecuador to Peru).
 Oncidium megalopterum (SE. Brazil).
 Oncidium melanops (Ecuador).
 Oncidium micropogon (Brazil).
 Oncidium micropogon var. micropogon (S. Brazil). Pseudobulb epiphyte
 Oncidium microstigma (C. & SW. Mexico).
 Oncidium millianum (Colombia).
 Oncidium miserrimum (Colombia to NW. Venezuela).
 Oncidium morenoi (Brazil)
 Oncidium nebulosum (Colombia).
 Oncidium niesseniae (Colombia).
 Oncidium nigratum (Colombia to Guyana).
 Oncidium obryzatoides (Costa Rica to Ecuador).
 Oncidium ochmatochilum (SE. Mexico to Peru)
 Oncidium ochthodes (Ecuador).
 Oncidium oliganthum (Mexico - Oaxaca, Chiapas to El Salvador).
 Oncidium orbatum (Colombia).
 Oncidium ornithocephalum (Colombia).
 Oncidium ornithopodum (Trop. America).
 Oncidium ornithorhynchum (Mexico to C. America).
 Oncidium orthostates (S. Venezuela to Guyana and Brazil). This species has been redefined as Nohawilliamsia pirarense (Rchb. f.), M.W. Chase & Whitten [2]
 Oncidium orthostatoides (Peru).
 Oncidium ototmeton (Bolivia).
 Oncidium ouricanense (Brazil - Bahia).
 Oncidium panamense (Panama).
 Oncidium panduratum (Colombia.
 Oncidium panduriforme (Costa Rica).
 Oncidium papilio (Panama to S. Trop. America and Trinidad) (now synonym of Psychopsis papilio)
 Oncidium paranaense (Brazil to Argentina - Misiones).
 Oncidium paranapiacabense (Brazil - São Paulo).
 Oncidium pardalis (N. Venezuela).
 Oncidium pardoglossum (Trop. America) (?).
 Oncidium pardothyrsus (Ecuador to Peru).
 Oncidium parviflorum (Costa Rica to Panama).
 Oncidium pectorale (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium pelicanum (Mexico - Guerrero, Oaxaca).
 Oncidium peltiforme (Ecuador).
 Oncidium pentadactylon (W. South America).
 Oncidium pergameneum (NC. & SE. Mexico to C. America).
 Oncidium pictum (W. South America).
 Oncidium picturatum (N. Venezuela).
 Oncidium pirarene (Guyana).
 Oncidium planilabre (W. South America).
 Oncidium platychilum (Colombia to Ecuador).
 Oncidium platyglossum (Colombia).
 Oncidium pollardii (Mexico - Oaxaca).
 Oncidium polyadenium (Ecuador to N. Peru).
 Oncidium polyodontum (SE. Brazil).
 Oncidium portillae (Ecuador).
 Oncidium posadarum (Colombia).
 Oncidium powellii (Panama).
 Oncidium praetextum (SE. Brazil).
 Oncidium prionochilum (Puerto Rico to Virgin Is.) (now synonym of Tolumnia prionochila)
 Oncidium pubes (Colombia, SE. Brazil to NE. Argentina).
 Oncidium pulchellum (Jamaica) (now synonym of Tolumnia pulchella)
 Oncidium pulvinatum (Brazil to NE. Argentina).
 Oncidium punctulatum (Panama).
 Oncidium pyramidale (W. South America).
 Oncidium pyxidophorum (Trop. America) (?).
 Oncidium quadrilobum (Hispaniola) (now synonym of Tolumnia quadriloba)
 Oncidium raniferum (SE. Brazil).
 Oncidium reductum (Bolivia).
 Oncidium reflexum (SW. Mexico)
 Oncidium regentii V.P.Castro & G.F.Carr (2005) (Brazil)
 Oncidium reichenbachii (Colombia to NW. Venezuela).
 Oncidium remotiflorum (Brazil).
 Oncidium retusum (Peru).
 Oncidium rhinoceros (Trop. America) (?).
 Oncidium riograndense (S. Brazil to NE. Argentina.
 Oncidium riopalenqueanum (Ecuador).
 Oncidium riviereanum (Brazil).
 Oncidium robustissimum (Brazil).
 Oncidium rodrigoi (Colombia).
 Oncidium rostrans (Colombia).
 Oncidium rutkisii (Venezuela).
 Oncidium sanderae (Peru - Huánuco) (now synonym of Psychopsis sanderae)
 Oncidium sarcodes (SE. Brazil).
 Oncidium saxicola (Colombia).
 Oncidium schillerianum (Peru).
 Oncidium schmidtianum (Trop. America) (?).
 Oncidium schunkeanum (Brazil).
 Oncidium schwambachiae (Brazil).
 Oncidium sclerophyllum (Costa Rica).
 Oncidium × scullyi (O. curtum × O. gravesianum) (SE. Brazil).
 Oncidium sellowii (Brazil).
 Oncidium semele (Ecuador).
 Oncidium sessile (Venezuela to Peru).
 Oncidium silvanoi (Peru).
 Oncidium silvanum (Brazil).
 Oncidium spegazzinianum (Argentina - Misiones).
 Oncidium sphacelatum (Mexico to C. America, SE. Venezuela).
 Oncidium sphegiferum (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium stelligerum (SW. Mexico).
 Oncidium stenobulbon (Costa Rica).
 Oncidium stenotis (Costa Rica to Ecuador).
 Oncidium storkii (Costa Rica).
 Oncidium suave (C. & SW. Mexico, El Salvador).
 Oncidium subcruciforme (Nicaragua).
 Oncidium suttonii (Mexico - Chiapas to El Salvador).
 Oncidium swartzii (Windward Is.- Martinique).
 Oncidium sylvestre (Cuba to Haiti) (now synonym of Tolumnia sylvestris)
 Oncidium tectum (Colombia).
 Oncidium tenellum (French Guiana).
 Oncidium tenuipes (Guatemala).
 Oncidium tetrotis (Colombia).
 Oncidium tigratum (Ecuador to Peru).
 Oncidium tigrinum (C. & SW. Mexico).
 Oncidium tipuloides (Peru).
 Oncidium toachicum (Ecuador).
 Oncidium trachycaulon (Colombia to Ecuador).
 Oncidium trichodes (N. Brazil).
 Oncidium trilobum (Peru).
 Oncidium trinasutum (Ecuador).
 Oncidium triquetrum (Jamaica) (now synonym of Tolumnia triquetra)
 Oncidium trulliferum (Brazil - Rio de Janeiro).
 Oncidium truncatum (Brazil - Mato Grosso).
 Oncidium tsubotae (Colombia).
 Oncidium tuerckheimii (Cuba to Hispaniola) (now synonym of Tolumnia tuerckheimii )
 Oncidium unguiculatum (C. & SW. Mexico).
 Oncidium unicolor (SE. Brazil).
 Oncidium uniflorum (SE. & S. Brazil).
 Oncidium urophyllum (Lesser Antilles) (now synonym of Tolumnia urophylla)
 Oncidium usneoides (Cuba) (now synonym of Tolumnia usneoides)
 Oncidium varicosum (Brazil to N. Argentina).
 Oncidium variegatum (S. Florida to Caribbean) (now synonym of Tolumnia variegata)
 Oncidium variegatum subsp. bahamense (S. Florida to Bahamas) (now synonym ofTolumnia bahamensis)
 Oncidium variegatum subsp. leiboldii (Cayman Is. to Cuba) (now synonym ofTolumnia leiboldii )
 Oncidium variegatum subsp. scandens (Haiti) (now synonym of Tolumnia scandens)
 Oncidium variegatum subsp. velutinum (Cuba) (now synonym of Tolumnia velutina)
 Oncidium vasquezii (Bolivia).
 Oncidium venustum (Brazil).
 Oncidium vernixium (Ecuador).
 Oncidium verrucosissimum (Paraguay to NE. Argentina).
 Oncidium versteegianum (Suriname to Ecuador) (now synonym of Psychopsis versteegiana)
 Oncidium viperinum (Bolivia to NW. Argentina).
 Oncidium virgulatum (Colombia to Ecuador).
 Oncidium volvox (NW. & N. Venezuela).
 Oncidium warmingii (S. Venezuela to Brazil).
 Oncidium warszewiczii (Costa Rica to Colombia).
 Oncidium weddellii (Bolivia).
 Oncidium welteri (Brazil - São Paulo).
 Oncidium wentworthianum (Mexico – Chiapas to El Salvador).
 Oncidium wheatleyanum (Brazil).
 Oncidium widgrenii (SE. & S. Brazil to Paraguay).
 Oncidium williamsii (Bolivia).
 Oncidium xanthocentron (Colombia).
 Oncidium xanthornis (NW. Venezuela to Ecuador).
 Oncidium zappii (Brazil).